Bahagia



Bahagia itu sederhana.

Begitu kata orang-orang. Saking sederhanya, wujud kebahagiaan itu terlampau sering tak nampak meski dia berada di pelupuk mata. Sampai-sampai, kita menemukan topik bahwa Hujjatul Islam Al Ghazali telah menulis berlembar-lembar konsepsi kebahagiaan yang beliau berikan judul, ”Kimiya Assa’adah” (Kimia Kebahagiaan). Allahuyarham Buya Hamka menulis 377 halaman uraian bernas tentang kebahagiaan. Beliau memberinya tajuk, Tasawuf Modern. Sebagaimana paparan beliau, “Tulisan kita tentang “bahagia”, yang lebih terkenal dengan nama Tasawuf Modern ini, mulai kita susun pada pertengahan tahun 1937 di majalah kita tercinta, Pedoman Masyarakat, karena mengabulkan permintaan sahabat kita, Tuan Oei Ceng Hien, muballigh yang terkenal di Bintuhan“.

Kemudian, tersebutlah nama Jonathan Haidt yang berpenat keringat menggali banyak ragam literatur klasik tentang kebijaksanaan kuno agar dapat menerbitkan “Hipotesis Kebahagiaan” pada 2006. Supaya lebih membahagiakan banyak orang, buku tersebut dialihbahasakan. Sekurangnya, secara resmi sudah ada 6 bahasa. Selain semua itu, ada juga yang teranyar. The Art of Happiness. Seni Bahagia yang dikarang oleh Dalai Lama bersama Howard C. Cutler. Buku setebal 352 halaman ini selalu laris di amazon (dot) com tiap tahunnya, walau sudah berusia sedasawarsa sejak terbit tahun 2009.

Iya sih (mencerahkan!), menamatkan semua buku itu tentu tidak serta merta menjamin kebahagiaan datang begitu saja. Kami percaya itu. Realistis! Bagaimana mungkin antologi pengalaman jiwa (yang bertahun-tahun itu) dapat ditukar dengan (membaca) beberapa kali duduk? Walaupun mungkin-mungkin saja, tentulah itu tidak mudah.

Simpelnya, dapat kami simpulkan bahwa menemukan sesuatu yang simpel itu (kerap bahkan sangat) tidak simpel. Meskipun sesungguhnya caranya simpel. Maka, cukup ‘merasa’ simpel adalah koentji yang sebenar.

Merasa di sini berarti merdeka dari perbudakan dan penjajahan rasa. Bukan sebaliknya. Nah, bagaimana cara dan bentuk “merasa”, tentu setiap orang punya jalan dan keunikan masing-masing. Adapun jalan menuju kemerdekaan rasa yang telah ditemukan (kemudian ditulis dan ramai disebarluaskan) hanya sebatas maps. Harapan dari para penyusun maps, mereka yang “mampu” membaca maps tidak akan salah arah, apalagi berputar-putar kemudian lelah lalu musnah. Mampus di alam maratibus syu’ur, tingkatan rasa yang mereka kebetulan belum pernah berada atau sampai di sana sama sekali.

Oleh sebab itu, selepas menangkap momen membahagiakan (versi kami) di atas, kami mencoba menuliskan kata keterangan atas gambar atau popular disebut kepsyen dengan ala kadarnya. Sesimpel mungkin. Susah payah dicoba-coba. Selain sebagai bentuk apresiasi rasa, ada diskursus sederhana yang hendak disusun: idependensi atau kemerdekaan rasa.

Belakangan ini, kami sering berkomunikasi dengan KPK (Kelompok Pembela Kepsyen). Kekawan KPK ini sangat anti dan suka protes jika bagian kepsyen atas suatu gambar sengaja dikosongkan atau malah ditulis “no caption”. Semacam kurang bersyukur katanya. Tidak mau mengoptimalkan fasilitas yang ada. Padahal, di tempat lain banyak yang kekurangan fasilitas. Begitu ungkapnya, sembari terus meng-agitasi orang lain untuk melakukan pembelaan atas tindakan-tindakan pelemahan terhadap fungsi dan peran dari kepsyen dalam mematik rasa dan karsa. Make sense emang, akan tetapi, (kalau dipikir-pikir lagi) keterangan kosong atas suatu gambar atau “no caption” itu (bolehlah juga dikata) “puncak dari keindahan kata yang diperoleh dari muara luahan rasa”. Karena, tidak semua rasa yang ditangkap oleh indera harus digambarkan dengan kata-kata maupun diwakilkan kepada istilah-istilah yang ada. Seperti baris pamungkas Kitabul Hubb-nya Nizar Qabbani,

“lianna hubby laki fawqa mustawal kalam, qarartu an-askuta, wassalam”. “Karena cintaku padamu melampaui segala definisi, maka kupilih untuk diam. Wassalam ”.


*) Foto diambil dari tepi jalan Pantai Kenjeran, Medio 2017 semasa kami sering olahraga pagi di Pantai. Sekadar beriktibar meski sebatas lewat gambar. Terima kasih kepada Pak Cik dan Mak Cik in frame

Leave a comment